Senin, 06 Juni 2016

ETIKA PROFESI: Kode Tata Laku Arsitek


Kode tata laku arsitek (pasal 7):
‘Arsitek tidak menawarkan jasa-jasanya melalui iklan dan lain-lain cara yang  lazim dalam dunia perdagangan.’




Setiap orang atau badan usaha selalu ingin mempromosikan/mengiklankan kegiatannya agar orang tahu akan keberadaan usaha itu. Harapan selanjutnya adalah proyek berdatangan dan menghasilkan peluang kerja. Tidak dapat dipungkiri, keinginan berpromosi  tumbuh untuk mendapatkan penghasilan yang lebih.
Telah banyak ditemukan di majalah atau di harian berita, iklan yang bertajuk arsitektur. Iklan tersebut biasa diiklankan oleh konsultan, general contractor, interior, landscape. Kemudian poin-poin  besarnya  menyatakan bergerak di bidang kontraktor, bangun dan renovasi, interior, 3D, desain dan perencanaan.
Di lain pihak, kumpulan arsitek yang yang membentuk organisasi IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) memiliki kode etik yang telah disahkan. Salah satunya adalah pasal yang tertulis di atas. Dari isi dalam kode etik tersebut , terdapat himbauan yaitu bernada keras melarang untuk tidak memasang iklan bagi arsitek dalam mempromosikan dirinya sendiri.
Dilihat dari realitasnya, arsitek saat ini bukan profesi yang secara umum dibayar mahal. Jika dicermati, sering ditemui ungkapan  bahwa profesi arsitek masaih belum dihargai di Indosesia oleh para pemberi tugas yang memiliki uang dan pemerintah. Arsitek masih banyak dipermainkan oleh para pemilik modal, dari soal gaji sampai tahap pengerjaan proyeknya. Arsitek hanya sebagai tukang gambar dan belum merupakan profesi yang menentukan di mata mereka.
Padahal, untuk menjadi arsitek diharuskan menyelesaikan pendidikan  arsitek minimal 4 tahun ditambah magang selama minimal 2 tahun. Sarjana arsitek ini biasanya akan langsung kerja di biro-biro arsitek.  Karena statusnya sebagai lulusan baru, maka banyak yang menggunakan jasa mereka dengan upah yang minim, dengan alasan masih kurangnya pengalaman kerja.  Pekerjaan yang diterima  juga dibilang tidak menarik karena hanya sekedar menjadi drafter. Hal ini membuat para lulusan baru merasa tak adil, padahal mereka sudah susah-susah kuliah tapi penghargaan yang didapat tidak lebih baik dari gaji yang diperoleh oleh para lulusan SMA di bawahnya.
Jika harus bersandar pada IAI selaku organisasi profesi  untuk terus dapat memperjuangkan hak arsitek dalam meningkatkan pendapatannya. Sudah seharusnya IAI memiliki standar gaji bagi para arsitek pegawai, terlebih standar minimum gaji yang diperoleh para lulusan baru. Tidak dapat dipungkiri, meningkatkan upah harian arsitek secara umum butuh perjuangan yang panjang.
Oleh karena itu, apa salahnya berpromosi? Menjadikan otak, pikiran, dan kreativitas menjadi ruang usaha yang dipromosikan untuk mendapatkan pelanggan yang banyak agar arus keuangan berputar maksimal. Dan dengan berpromosi, masyarakat menjadi makin tahu tentang harga yang mesti dibayar untuk  jasa arsitek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar