Kode tata laku arsitek (pasal 7):
‘Arsitek tidak
menawarkan jasa-jasanya melalui iklan dan lain-lain cara yang lazim dalam dunia perdagangan.’
Setiap orang atau badan usaha selalu ingin
mempromosikan/mengiklankan kegiatannya agar orang tahu akan keberadaan usaha itu. Harapan selanjutnya adalah proyek
berdatangan dan menghasilkan peluang kerja. Tidak dapat dipungkiri, keinginan
berpromosi tumbuh untuk mendapatkan
penghasilan yang lebih.
Telah banyak
ditemukan di majalah atau di harian berita, iklan yang bertajuk arsitektur.
Iklan tersebut biasa diiklankan oleh konsultan, general contractor, interior,
landscape. Kemudian poin-poin
besarnya menyatakan bergerak di
bidang kontraktor, bangun dan renovasi, interior, 3D, desain dan perencanaan.
Di lain pihak,
kumpulan arsitek yang yang membentuk organisasi IAI (Ikatan Arsitek Indonesia)
memiliki kode etik yang telah disahkan. Salah satunya adalah pasal yang
tertulis di atas. Dari isi dalam kode etik tersebut , terdapat himbauan yaitu
bernada keras melarang untuk tidak memasang iklan bagi arsitek dalam
mempromosikan dirinya sendiri.
Dilihat dari
realitasnya, arsitek saat ini bukan profesi yang secara umum dibayar mahal. Jika
dicermati, sering ditemui ungkapan bahwa
profesi arsitek masaih belum dihargai di Indosesia oleh para pemberi tugas yang
memiliki uang dan pemerintah. Arsitek masih banyak dipermainkan oleh para
pemilik modal, dari soal gaji sampai tahap pengerjaan proyeknya. Arsitek hanya
sebagai tukang gambar dan belum merupakan profesi yang menentukan di mata
mereka.
Padahal, untuk
menjadi arsitek diharuskan menyelesaikan pendidikan arsitek minimal 4 tahun ditambah magang
selama minimal 2 tahun. Sarjana arsitek ini biasanya akan langsung kerja di
biro-biro arsitek. Karena statusnya
sebagai lulusan baru, maka banyak yang menggunakan jasa mereka dengan upah yang
minim, dengan alasan masih kurangnya pengalaman kerja. Pekerjaan yang diterima juga dibilang tidak menarik karena hanya
sekedar menjadi drafter. Hal ini membuat para lulusan baru merasa tak adil,
padahal mereka sudah susah-susah kuliah tapi penghargaan yang didapat tidak
lebih baik dari gaji yang diperoleh oleh para lulusan SMA di bawahnya.
Jika harus
bersandar pada IAI selaku organisasi profesi
untuk terus dapat memperjuangkan hak arsitek dalam meningkatkan
pendapatannya. Sudah seharusnya IAI memiliki standar gaji bagi para arsitek
pegawai, terlebih standar minimum gaji yang diperoleh para lulusan baru. Tidak
dapat dipungkiri, meningkatkan upah harian arsitek secara umum butuh perjuangan
yang panjang.
Oleh karena itu,
apa salahnya berpromosi? Menjadikan otak, pikiran, dan kreativitas menjadi
ruang usaha yang dipromosikan untuk mendapatkan pelanggan yang banyak agar arus
keuangan berputar maksimal. Dan dengan berpromosi, masyarakat menjadi makin
tahu tentang harga yang mesti dibayar untuk
jasa arsitek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar