Minggu, 07 Februari 2016

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR 1: Arsitektur Kolonial pada Bangunan Pemerintah Kota Banjarbaru


1.1 Sekilas Mengenai Arsitektur Kolonial

Bangunan kolonial adalah bangunan bercorak arsitektur kolonial yang dimanfaatkan untuk kegiatan fungsional di zaman kolonial (Radziman,1997:4). Ciri-ciri umum bangunan yang bersifat kolonial adalah bangunan tinggi, kokoh, dan beratap datar untuk gedung serta atap miring untuk perumahan biasa dan memiliki detail-detail tertentu.

Para arsitek Belanda telah berhasil memadukan asitektur Eropa, khususnya Belanda, dengan teknologi bangunan tropis. Bangunan-bangunan tersebut tetap memiliki gaya Eropa, namun tetap sesuai untuk iklim di daerah tropis. Hasil keseluruhan dari asitektur kolonial Belanda di Indonesia adalah suatubentuk khas. Kekhasan tersebut terletak pada:
-          penggunaan gevel (gable) pada tampak depan bangunan
-          penggunaan tower (bangunan berstruktur tinggi) pada bangunan
-          penggunaan dormer (bukaan lain ) pada atap bangunan

Keberadaan arsitektur kolonial sudah menjadi bagian dari perkembangan dunia arsitektur di tanah air. Arsitektur kolonial benar-benar bisa mengerti konteks lingkungan, walaupun memang pada awal kedatangannya, arsitektur kolonial tidak lebih dari sekedar memindahkan gaya bangunan dari Eropa ke Indonesia. Tapi setelahnya, banyak terjadi adaptasi terhadap iklim maupun bentuk-bentuk lokal, yang akhirnya mungkin kita lebih mengenalnya dengan arsitektur indis.


1.2 Munculnya Arsitektur kolonial di Kota Banjarbaru

Dalam sejarahnya, kota Banjarbaru dibangun tidak hanya untuk menjadi ibukota Kalimantan Selatan, namun menjadi ibukota Kalimantan. Pada tahun 1951, Gubernur Kalimantan Dr.Murdjani berinisiatif memindahkan ibukota Kalimanttan ke tempat yang ideal. Sebagai ahli kesehatan, Murdjani berkesimpulan Banjarmasin kurang ideal sebagai pusat pemerintahan. Tanahnya yang berawa-rawa mengakibatkan air yang menggenang sepanjang musim yang memungkinkan timbulnya berbaagai  penyakit.

Banjarmasin sebagai kota air, kota perdagangan dan kota identitas historis orang Banjar tetap dipertahankan. Membangun ibukota Kalimantan di Banjarbaru didasari pada pandangan pengembangan jauh ke depan. Akhinya, melalui sidang staf dan pimpinan dibentuklaah tim kajian kelayakan. Tim dipimpin oleh D.A.W Van der Peijl, seorang arsitek Belanda. Dalam perancangannya, planologi Banjarbaru digarap bekerjasama dengan para pakar dari Institut Teknologi Bandung. Peancangan Banjarbaru ini bersamaan dengan kota Palangkaraya yang kini jadi kota modern yang tertata apik.

Namun, Banjarbaru setelah 23 tahun berstatus kota administratif, baru mendaptkan status kotamadya. Jangankan menjadi ibukota Kalimantan, untuk terwujud menjadi ibukota Kalsel saja tampaknya masih memerlukan waktu yang cukup panjang.

Selanjutnya hasil rancangan Van der Piejl inilah yang pada hakikatnya banyak membawa gaya serta langgam kolonial Belanda pada tiap rancangannya di beberapa bangunan pemerintahan kota Banjarbaru. Inilah yang menyebabkan kota Banjarbaru menjadi bernuansa kolonial.


1.3 Analisis Data

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar